Menjaga
Tradisionalisme Budaya dan Agama di Era Modern
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan)
Oleh :
Faizah Thurrodiyah
Lenny Luthfiyah
Lali Faiqotul Himmah
Eris July Yalfiansyah
Mahmud Yunus
Muhammad Khalili
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi 3 F3
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Agama
atau sama dengan tradisi dalam ilmu antropologi terbagi
menjadi dua bagian yang sering disebut dengan “tradisi besar” (grand tradition)
dengan tradisi kecil (little tradition). Konsep ini dikenalkan oleh Jacques
Duchesne Guillemin yang menyatakan bahwa akan selalu terjadi dialog antara
tatanan nilai agama yang menjadi cita-cita religius dari agama dengan tata
nilai budaya lokal . Apalagi bila hal ini berkaitan dengan konsep agama pada
masyarakat desa yang seringkali berbaur dengan tradisi atau kebudayaan yang
ada.
Agama dalam hal ini sangat berperan
penting dalam meminimalisir arus globalisasi
yang sifatnya negatif dan mencegah masyarakat lokal yang semakin konsumtif dan westernilis di dunia modern seerti sekarang ini. Menurut
Bambang Pranomo. Agama, terutama
Agama Islam di Indonesia sangatlah beragam. Masing-masing wilayah memiliki
faham dan tingkahlaku keagamaan
yang beda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya kebudayaan yang berbeda-beda. Bukan hanya itu. Kebutuhan yang berbeda disetiap daerah juga
akan membuat pemahaman tentang Agama akan berbeda pula. Hal ini menggambarkan bahwa Agama adalah suatu yang fleksibel, keberadaanya
terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memeluknya
Agama yang dalam
hal ini dipersempit menjadi paham keagamaan,haruslah fleksibel . Keagamaan yang dimaksudkan disini adalah
ungkapan-ungkapan yang muncul di masyarakat, sebagai cerminan dari pengetahuan
keyakinan agama. Wacana keagamaan lokal yang
berkembang pada masyarakat menyiratkan adanya pola pemahaman keagamaan yang
mereka sebut sebagi salaf (tradisional). Masyarakat jawa sendiri misalnya,
mereka dikenal sebagai masyarakat yang kaya akan tradisi sosial. Disetiap
Masyarakat memiliki nilai-nilai lokal yang menerapkan tata nilai sosial hidup
rukun atau tepo seliro dan tolong menolong atau guyub dalam kehidupan sosial
sehari-harinya .
Bagi
masyarakat Jawa secara umum, agama merupakan kekuatan dominan di dalam
ritus-ritus, kepercayaan-kepercayaan turut serta membentuk karakter interaksi
sosial dan kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan masyarakat.
Masyarakat
pedesaan dapat dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki ciri-ciri tersendiri
dalam hidup bermasyarakat, hal ini biasanya tampak dalam perilaku kesehariannya
yang berbeda dengan masyarakat perkotaan. Adapun karakteristik yang selama ini ada dalam
masyarakat pedesaan antara lain: menjunjung tinggi nilai kesopanan, menghargai
orang lain lebih-lebih terhadap yang lebih tua, mengedepankan musyawarah dalam
mengambil keputusan, gotong royong atau sambatan dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, dan religious.
Masyarakat
pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat
menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri
ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Karena budaya bukan hanya
mencakup masalah keagamaan namun juga masalah ekonomi, social, politik, ilmu
pengetahuan serta pandangan hidup masyarakat. Budaya dan tradisi yang dianut dan dijaga
masyarakat, akan berdampak
pada pola keagamaan masyarakat desa.
Atas
dasar pemikiran diatas, untuk mengetahui bagaimana budaya dan keagamaan yang
tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat pedesaan di tengah moderanitas, kami
mengadakan penelitian lapangan tentang keagamaan dan kebudayaan masyarakat
pedesaan di salah satu Dusun di Lamogan, yakni Dusun Bonten Desa Brumbun
Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
- Apa agama mayoritas di Dusun Bonten ?
- Apakah budaya keagamaan yang tumbuh dan berkembang
di Dusun Bonten ?
- Bagaimana kerukunan beragama di Dusun Bonten ?
- Bagaimana cara warga menerapkan nilai-nilai
moral keagamaan dan kebudayaan di Dusun Bonten kepada anak-anak mereka ?
- Bagaimana
animo masyarakat terhadap acara-acara keagamaan di Dusun Bonten?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui budaya keagamaan
yang ada dan berkembang di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran
Kabupaten Lamongan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana perilaku keagmaan masyarakat Dusun Bonten
3.
Untuk mengetahui bagaimana masyarakat Dusun Bonten menjaga dan menerapkan
budaya keagamaan mereka di era modern.
D.
Manfaat
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menginginkan agar hasil penelitian memberi
manfaat bagi pembaca, yaitu berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.
Manfaat Teoritis
Secaa teoritis hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para akademisi guna
menambah wawasan mengenai Sosial Budaya Masyarakat Indonesia terutama dama
bidang budaya dan keagamaan. Sehingga
dapat dijadikan rujukan bilamana akan melakukan penelitian dalam hal yang sama
secara lebih mendalam.
2.
Manfaat Praktis
Secara praktis hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan bagi masyarakat
mengenai Dusun Bonten dan budaya keagamaan yang terdapat disana.
E.
Metode
Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, yakni
dengan menerapkan metode penelitian
partisipan yang didukung teknik wawancara dan observasi secara langsung.
- Lokasi
Penelitian
Penelitian
lapangan mengenai budaya dan keagaamaan yang merupakan tugas dari mata kuliah
Sistem Sosial Budaya Indonesia ini ,dilakukan di Dusun Bonten Desa Brumbun
Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Pemilihan
lokasi ini dikarenakan Dusun Bonten di pandang sebagai salah satu Dusun yang
masih menjaga budaya keagamaannya dengan kuat ditengah moderenitas dan kemajuan
teknologi informasi sekarang ini.
F.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi
yang mendukung tujuan penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai beikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan
dengan cara:
a. Wawancara dengan responden yang diteliti
secara langsung
b. Observasi yaitu pengumpulan data melalui
pengamatan langsung ke lapangan yang berhubungan dengan masalah penelitian .
2.
Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui studi dan bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data
primer. Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini ilakukan dengan
cara:
a) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data
yang diperoleh dari buku-buku,karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki
relevansi dengan masalah yang diteliti.
b) Studi Dokumenter yaitu pengumpulan data
yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi
penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti
dengan desa terkait.
G.
Hasil Penelitian
1.
Gambaran Umum Desa Brumbun
Desa Brumbun adalah suatu wilayah pedesaan yang wilahnya 60% masih berupa pesawahan dan ladang. Desa Brumbun adalah suatu desa yang terletak 6,4 Km dari kota kecamatan dan 30 km dari Kota Kabupaten Lamongan. Secara administratif, Desa Brumbun terletak di wilayah Kecamatan Maduran Kabupaten
Lamongan, Provinsi Jawa Timur dengan posisi dibatasi oleh
wilayah desa-desa tetangga.
Di sebelah Utara berbatasan : Desa Mojo Asem kecamatan Laren
Di sebelah Barat berbatasan : Desa Taji
Di sisi Selatan berbatasan : Desa Manyar kecamatan Sekaran
Di sisi Timur berbatasan : Desa Siwuran
Berdasarkan
keterangan yang didapatkan dari Kepala Desa yakni Bapak Syafi’i jumlah penduduk
Desa Brumbun 2.350 orang. Jumlah penduduk di Desa Brumbun
mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir, karena data Administrasi
Pemerintahan Desa tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa
Brumbun 1.985 jiwa yang terdiri
dari 587 KK, dengan rincian 974 jiwa laki laki dan 1.011 perempuan.
Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang. Berdasarkan
data BPS kabupaten Lamongan tahun 2013,
selama tahun 2013 curah hujan di Desa Brumbun rata-rata
mencapai 3916,5 mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember,Januari, Februari, Maret
hingga April yang merupakan curah hujan
tertinggi selama kurun waktu 2009 - 2012.
Desa
Brumbun sendiri terbagi menjadi 3 Dusun yakni : Dusun Brumbun, Dusun Bonten dan Dusun Banturejo. Di Dusun
Brumbun terdapat 7 RT sementara di Dusun Bonten dan Banturejo masing-masing 3
RT. Jenis jalan utama di Desa Brumbun sendiri adalah aspal atau beton,
sementara jalan masuk ke dusun ada yang masih dalam pengerjaan dan ada beberapa
yang sudah tidak nyaman untuk dilewati.
Sementara di bidang pendidikan di Desa Brumbun terdapat satu Sekolah Dasar
dan Dua Madrasah Ibtidaiyah.
2.
Gambaran Umum Dusun Bonten
Dusun Bonten
merupakan salah satu dusun dari Desa Brumbun. Berdasarkan keterangan yang kami
dapatkan dari Bapak Kudori selaku Kepala Dusun, beliu mengatakan bahwa terdapat
sekitar 100 kepala keluarga yang tinggal di Dusun Bonten. Sebagian besar warga
berprofesi sebagai perantau dan petani. Desa Bonten sendiri cukup terpencil dan jauh dari keramaian. Sinyal untuk alat telekomunikasi seperti handphone bagi beberapa provider
sedikit sulit.
Mayoritas
penduduknya adalah petani, sebagian besar lainya adalah perantau. Tempat yang menjadi tujuan rantau mereka beragam, yakni kota-kota besar di Pulau Jawa
dan daerah di luar pulau seperti Makassar, Kupang, Ternate, Ambon, Samarinda
bahkan ada juga yang merantau di hingga ke luar negeri dan menjadi TKW disana.
Selain itu mata pencaharian lainnya yakni ada yang berpropesi sebagai pedagang,
buruh bangunan, hingga guru. Para perantau ini didominasi oleh kaum muda yang
berusia 15 hingga 30 tahun. Mereka merantau untuk memperbaiki kebutuhan ekonomi
keluarganya, mereka yang merantau adalah mereka yang lulus sekolah Dasar, SMP
ataupun SMA ataupun mereka yang putus sekolah
Sedangkan yang tetap tinggal di desa mayoritas berprofesi
sebagai petani, dengan usia 40 tahun keatas, adapun memelihara kambing dan
unggas hanyalah sebagai sampingan ketika mereka tidak dapat membajak sawah atau
ketika tidak ada pekerjaan di sawah/ladang.
Di Dusun Bonten terdapat satu masjid dengan ukuran yang lumayan besar
menurut keterangan dari Bapak Kepala Dusun Masjid tersebut tidak dibagun dari
dana pemerintah, melainakan dana swadaya masyarakat dana yang digunakan sendiri
hampir 30 juta. Sementara pembangunannya bertahap.
Di Desa Brumbun terdapat 3 sekolah dasar, salah satunya yang berada di
samping masjid di Dusun Bonten yakni sebuah bangunan sekolah Madrasah
Ibtidaiyah.
3.
Budaya Keagamaan di Dusun Bonten
Berdasarkan keterangan dari Ibu Tutik salah satu warga Dusun Bonten yang
berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mengatakan bahwa seluruh warga Dusun
Bonten beragama islam yang kesemuannya adalah Nahdatul Ulama. Sehingga hanya terdapat
satu masjid yang ukurannya lumayan besar di dusun tersebut untuk melaksanakan
sholat dan kegiatan keagamaan lainnya.
Seperti yang sudah menjadi rahasia umum bahwa islam di Indonesia sendiri
memiliki beberapa aliran. Sehingga dari perbedaan tersebut terkadang memunculkan
perbedaan tempat untuk melaksanakan sholat , seakan terdapat aturan yang tidak
tertulis bahwa orang yang beraliran islam A tidak boleh sholat di masjid orang
yag beraliran B. Karena beberapa perbedaan cara pandang beribadah diantara
mereka.
Menurut keterangan Ibu Sami’ah Kegiatan keagamaan di desa Bonten berupa tahlilan
rutinan bagi ibu-ibu dilaksanakan pada hari Rabu malam Kamis. Sementara menurut
keterangan dari Bapak Mustajab yang berprofesi sebagai petani, beliau
mengatakan bahwa tahlil rutinan bagi laki-laki dilaksanakan setiap hari Kamis
malam Jum’at. Selain itu kegiatan
rutinan beruba diba’ atau sholawatan bagi para remaja dilaksanakan setiap hari
Minggu malam Senin.
Disamping beberapa kegiatan keagamaan rutinan tersebut, menurut keterangan
ibu Kusmiati kegiatan pertemuan setiap satu bulan sekali berupa pengajian
bulanan yang dilakukan dengan berpindah dari satu masjid dusun ke masjid dusun
yang lain di desa Brumbun. Ibu Kusmiati sendiri yang berprofesi sebagai ibu
rumah tangga sekaligus berjualan kecil-kecilan di depan rumah. Keterangan Mbah
Umiyati juga menambahkan bahwa setiap satu tahun sekali juga diadakan halal
bihalal sekaligus pengajian yang mendatangkan Ustadz dari luar daerah di masjid
dusun Bonten, yang dihadiri juga oleh jajaran perangkat desa. Hal ini mendukung
keterangan lain yang kami dapatkan dari ibu Tutik bahwa desa seringkali
mengadakan kegiatan keagamaan dan para perangkat desa mendukung penuh kegiatan tersebut
dengan turut serta menghadiri acara jika tidak ada halangan.
Sementara budaya sedekah desa dilakukan setiap tahun dirayakan dengan cara
melakukan pengajian di masjid dusun dengan mendatangkan ustadz dari luar kota. Menurut
keterangan ibu Sami’ah para warga membawa makanan untuk dibawa ke masjid. Setelah
acara pengajian, kemudian yang dilanjutkan dengan acara makan bersama. Bapak
Syafi’i selaku kepala desa Brumbun menegaskan bahwa pada awalnya budaya sedekah
desa dilakukan dengan cara tradisional, kemudian dirasa tidak sesuai lalu
perlahan-lahan mulai dihilangkan dan dirubah dengan kegiatan yang mengarah pada
keagamaan berupa pengajian.
Selain tradisi kebudayaan berupa sedekah bumi yang ada dalam desa Bonten
saat ini, selain itu juga masih ada budaya yang masih dilakukan salah satunya
adalah tradisi pernikahan yang sudah menjadi tradisi kental warga lamongan dimana
wanita diwajibkan untuk melamar laki-laki terlebih dahulu, dan kebudayaan ini
masih berlaku di desa Bonten. Akan tetapi menurut Ibu Kasmiati, kebudayaan pernikahan
yang mewajibkan perempuan melamar laki-laki terlebih dahulu hanya berlaku
kepada pasangan yang sama-sama berasal dari kota Lamongan. Apabila
pasangan itu berbeda tempat kelahiran seperti pihak laki-laki kota kelahirannya
di Surabaya dan pihak perempuan di kota lamongan maka, tradisi tersebut tidak
harus diikuti. Filosofis kebudayaan tersendiri dari pernikahaan tersebut,
menurut salah satu warga desa Bonten
beranggapan bahwa tradisi tersebut ada karena mungkin kedudukan wanita saat ini
lebih tinggi, karena banyak wanita yang bekerja dan lain sebagainya, maka dari
itu perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dimata laki-laki.
Berdasarkan observasi yang kami lakukan
saat berada di Dusun Bonten, meskipun mayoritas warga sejak pagi berada di sawah untuk bertani , tetapi
ketika adzan dhuhur berkumandang mereka berbondong-bondong menuju masjid untuk
melakukan sholat. Kebiasaan semacam ini jarang kita temui di daerah perkotaan
dengan lalu lintas yang sibuk. Ketika adzan berkumandang hanya beberapa orang
saja yang sholat di mushola ataupun di masjid.
Kebudayaan warga dusun Bonten yang lebih banyak di dominasi dengan
praktik-praktik Islam juga diterapkan pada pola pendidikan anak-anak disana. Di
dusun Boten terdapat satu TPQ yang dikelola oleh Bapak Ahsan beserta sang Istri
yang kebetulan juga adalah guru di Madrasah Ibtidaiyah yang ada di dusun
tersebut. Anak-anak dididik untuk gemar membaca al-quram, dengan cara mulai di
biasakan mengaji semenjak mereka TK. Sementara umur 3 tahun sudah diperkenalkan
dengan huruf hijaiyah. Sehinga ketika mereka sudah kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah
mereka sudah mulai lancar membaca al-qur’an. Kemudian ketika mereka kelas 4 sudah
mulai dilakukan metode hafalan , yakni hafalan juz 30 setelah hafal, kemudian
bertahap pada hafalan beberapa surat lain, seperti al-waqiah, yasin, dll.
Kegiatan mengaji sendiri dilakukan selama tiga kali dalam sehari yakni,
pada saat setelah sholat shubuh dengan kegiatan mengaji sesuai dengan bacaan
sesuai kemampuan masing-masing, kemudian setelah sholat ashar untuk yang digunakan
untuk belajar menulis ayat-ayat al-qur’an dan setelah sholat maghrib mereka
mengaji diba’ atau sholawatan serta manakib. Karena kegiatan mengaji ini
dterapkan dengan metode membiasakan, mereka tidak merasa terpaksa untuk
melakukannya seperti saya tanyakan kepada salah satu anak disana. Setelah
selesai mengaji di sore hari anak-anak tersebut kemudian beramin bersama dengan
melakukan permainan tradisional. Pada saat kami berada disanana mereka sedang
bergembira bermain Gobak Sodor di badan jalan dusun. Kebudayaan seperti ini
semakin jarang kita temui di daerah perkotaan karena anak-anak lebih suka bermain
dengan benda mati tipis yang biasa disebut dengan tablet ataupun handphone
android dengan game-game terbaru.
4.
Dokumentasi
Berikut adalah hasil penelitian berupa
foto-foto penelitian lapangan
yang kami lakukan dengan pendekatan deskripsi kualitatif mengenai kebudayaan
dan keagamaan di Dusun Bonten
Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.
Dokumentasi :
 |
Tugu Masuk Desa Brumbun |
 |
Gerbang Msuk Dusun Brumbun |
|
|
|
 |
Masjid Dusun Bronten |
|
|
 |
Suasana sesaat setelah sholat jamaah di masjid dusun Bonten | |
 |
Foto bersama Bapak Syafi'i Kepala Desa Brumbun setelah wawancara |
 |
Foto bersama Bapak Khundori Kepala Dusun Bonten setelah wawancara |
 |
Wawancara dengan Pak Ustad Ahsan pengelola TPQ dusun Bonten |
|
|
 |
Anank-anak yang sedang belajar mengaji di rumah Bapak Ahsan |
 |
Wawancara denagan Bapak Mustajab dan Bapak Sukadi |
 |
Wawancara dengan Mbah Umiyati |
 |
Wawancara dengan Bapak Sutaji |
 |
Anak yang berangkat sekolah |
 |
Anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional gobak sodor |
 |
Bapak yang sedang berangakat bekerja menuju sawah |
 |
Mbah Muktim salah satu tokoh agama di dusun Bonten |
H.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian kami tentang kebudayaan
dan keagamaan yang berada di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran
Kabupaten Lamongan, kami menarik
kesimpulan bahwasanya kebudayaan dan keagamaan disana masih tergolong atau
termasuk tradisional. Meskipun di era yang sudah tergolong modern ini mayoritas
penduduk masih berpegang teguh terhadap ketradisionalan kebudayaan dan
nilai-nilai keagamaan yang mereka anut. Budyaa berjalan beriringan dengan
keyakinan agama, sehingga seiring dengan berjalannya waktu kegiatan kebudayaan
tradisional yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman
perlahan-lahan dirubah caranya dan disesuaikan. Contohnya saja seperti perayaan
sedekah bumi yang tetap dilaksanakan tetapi mengganti perwujudannya dengan
pengajian.
Aktivitas keagamaan
yang mereka lakukan dalam keseharian
seolah sudah menjadi cara hidup dan budaya yang sudah melekat pada dusun
tersebut. Sehingga menjadi identitas sebagai dusun yang kental dengan
nilai-nilai keagamaan di tengah moderanitas danpesatnya perkembangan dunia
teknologi informasi dan komunikasi.