Kamis, 20 Februari 2014

Mewujudkan Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan

      Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber  daya alam  yang sangat melimpah, baik sumber daya alam yang ada di darat maupun sumber daya alam yang ada di perairan. Sumber daya alam mencakup tanah, air, udara, mineral, batu bara, minyak bumi, sumber daya energi, sumber daya laut dan pesisir, hutan dan fauna. Salah satu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam ini adalah melalui kegiatan pertambangan. Berdasarkan UU Minerba  No. 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Persebaran barang tambang di Indonesia hampir merata dengan jenis yang beragam.  Potensi inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Belanda menjajah Indonesia. Yakni, kekayaan yang didapatkan dari mengolah bahan tambang tersebut.

        Kegiatan pertambangan memang memiliki dampak positif dan negatif. Jika dilihat dari sisi lingkungan, ketika  kita membicarakan kata pertambangan, yang pertama kali muncul dibenak kita adalah eksploitasi kekayaan alam yang mengarah kepada kerusakan. Karena bahan tambang merupakan kekayaan alam yang tidak dapat diperbaruhi, sementara mengeluarkan bahan tambang tersebut dari perut bumi dibutuhkan zat-zat kimia dan jika dilakukan secara berkelanjutan dapat merusak tanah disekitar tempat pertambangan tersebut berlangsung.

        Namun dari sisi ekonomi, industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan oleh pemerintah. Karena menghasilkan devisa yang besar bagi negara dan juga daerah. Keberadaannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan di sekitar wilayah tambang, serta terserapnya tenaga kerja lokal dalam skala besar.

      Sebagai tindakan preventif dan meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari proses pertambangan. Maka sebelum sebuah kegiatan pertambangan dijalankan pemerintah  perlu memperketat studi AMDAL (Analisis  Mengenai Dampak Lingkungan)  yang akan ditimbulkan dari sebuah kegiatan pertambangan.  AMDAL ini ditujukan untuk mengkaji tentang dampak-dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar daerah tersebut. Jika dalam studi AMDAL tersebut terpenuhi kelayakannya, maka sebuah kegiatan pertambangan dapat dilaksanakan. Jika dalam penerapannya studi AMDAL tidak dilaksanakan dengan tepat, dan proses perijinan pendirian perusahaan tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan terkait pertambangan. Maka iming-iming materi dari potensi kakayaan alam ini dapat berubah menjadi bencana.

       Sebuah perusahaan pertambangan diharapakan peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan gerakan hijau, agar tidak mendapatkan gelombang protes dan ancaman penutupan dari masyarakat akibat tuduhan perusakan lingkungan tempat tinggal mereka. Kemudian memberikan kesempatan bagi masyarakat di sekitar area tersebut untuk mengenal seperti apa dunia pertambangan yang sebenarnya, serta mengembangakan pemberdayaan masyarakat sekitar. Agar masyarakat tidak merasa dicurangi karena kekayaan alamnya diambil sementara yang tersisa bagi mereka adalah kerusakan lingkungan.
       
       Pemerintah juga diharapkan melibatkan masyarakat dalam proses persetujuan untuk mendirikan perusahaan pertambangan. Masyarakat harus tahu mengenai masa depan wilayahnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik di masa depan yang akan terjadi antara masyarakat dan pemilik usaha pertambangan. Sehingga pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan ini, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemilik usaha dan masyarakat sama-sama diuntungkan.

      Dengan perusahaan pertambangan melakukan proses tersebut, serta menjalankan fungsinya untuk pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari CSR (Corporate Social Responsbility). Maka kita bisa memaksimalkan potensi positif pertambangan yang ada di Indonesia. Karena tidak bisa kita sangkal dunia pertambangan ini memang penting untuk kehidupan kita.

       Sebagai salah satu contoh upaya untuk merubah stigma negatif pertambangan ini adalah gagasan dari PT Newmont Nusa Tenggara mengadakan Sustainable Mining Bootcamp. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para pemuda mengenai apa itu pertambangan. Mengenal secara langsung apa itu dunia tambang, bagaimana prosesnya, dan kegiatan-kegiatan PT Newmont lainnya yang tidak  berkaitan dengan pert ambangan. Keberadaan kegiatan ini merupakan wujud tanggung  jawab mereka kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan terhadap perusahaan untuk melaksanakan aktivitas pertambangan di lingkungan tersebut. Kegiaatan semacam ini merupakan kegiatan yang baik untuk ditumbuhkan dan dikembangkan untuk mendukung pertambangan yang bewawasan lingkungan.

#SMBootcamp

Jumat, 10 Januari 2014

Menjaga Tradisionalisme Budaya dan Agama di Era Modern


Menjaga Tradisionalisme Budaya dan Agama di Era Modern
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan)
Oleh :

Faizah Thurrodiyah
Lenny Luthfiyah
Lali Faiqotul Himmah
Eris July Yalfiansyah
Mahmud Yunus 
Muhammad Khalili

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi 3 F3
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Agama atau sama dengan tradisi dalam ilmu antropologi terbagi menjadi dua bagian yang sering disebut dengan “tradisi besar” (grand tradition) dengan tradisi kecil (little tradition). Konsep ini dikenalkan oleh Jacques Duchesne Guillemin yang menyatakan bahwa akan selalu terjadi dialog antara tatanan nilai agama yang menjadi cita-cita religius dari agama dengan tata nilai budaya lokal . Apalagi bila hal ini berkaitan dengan konsep agama pada masyarakat desa yang seringkali berbaur dengan tradisi atau kebudayaan yang ada.
Agama dalam hal ini sangat berperan penting dalam meminimalisir arus globalisasi yang sifatnya negatif dan mencegah masyarakat lokal yang semakin konsumtif dan westernilis di dunia modern seerti sekarang ini. Menurut Bambang Pranomo. Agama, terutama Agama Islam di Indonesia sangatlah beragam. Masing-masing wilayah memiliki faham dan tingkahlaku keagamaan yang beda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya kebudayaan yang berbeda-beda. Bukan hanya itu. Kebutuhan yang berbeda disetiap daerah juga akan membuat pemahaman tentang Agama akan berbeda pula. Hal ini menggambarkan bahwa Agama adalah suatu yang fleksibel, keberadaanya terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memeluknya
Agama yang dalam hal ini dipersempit menjadi paham keagamaan,haruslah fleksibel . Keagamaan yang dimaksudkan disini adalah ungkapan-ungkapan yang muncul di masyarakat, sebagai cerminan dari pengetahuan keyakinan agama. Wacana keagamaan lokal yang berkembang pada masyarakat menyiratkan adanya pola pemahaman keagamaan yang mereka sebut sebagi salaf (tradisional). Masyarakat jawa sendiri misalnya, mereka dikenal sebagai masyarakat yang kaya akan tradisi sosial. Disetiap Masyarakat memiliki nilai-nilai lokal yang menerapkan tata nilai sosial hidup rukun atau tepo seliro dan tolong menolong atau guyub dalam kehidupan sosial sehari-harinya .
Bagi masyarakat Jawa secara umum, agama merupakan kekuatan dominan di dalam ritus-ritus, kepercayaan-kepercayaan turut serta membentuk karakter interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan masyarakat.
Masyarakat pedesaan dapat dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki ciri-ciri tersendiri dalam hidup bermasyarakat, hal ini biasanya tampak dalam perilaku kesehariannya yang berbeda dengan masyarakat perkotaan.  Adapun karakteristik yang selama ini ada dalam masyarakat pedesaan antara lain: menjunjung tinggi nilai kesopanan, menghargai orang lain lebih-lebih terhadap yang lebih tua, mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan, gotong royong atau sambatan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan religious.
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Karena budaya bukan hanya mencakup masalah keagamaan namun juga masalah ekonomi, social, politik, ilmu pengetahuan serta pandangan hidup masyarakat. Budaya dan tradisi yang dianut dan dijaga masyarakat, akan berdampak pada pola keagamaan masyarakat desa.
Atas dasar pemikiran diatas, untuk mengetahui bagaimana budaya dan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat pedesaan di tengah moderanitas, kami mengadakan penelitian lapangan tentang keagamaan dan kebudayaan masyarakat pedesaan di salah satu Dusun di Lamogan, yakni Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Apa agama mayoritas di Dusun Bonten ?
  2. Apakah budaya keagamaan yang tumbuh dan berkembang di Dusun Bonten ?
  3. Bagaimana kerukunan beragama di Dusun Bonten ?
  4. Bagaimana cara warga menerapkan nilai-nilai moral keagamaan dan kebudayaan di Dusun Bonten kepada anak-anak mereka ?
  5. Bagaimana animo masyarakat terhadap acara-acara keagamaan di Dusun Bonten?

C.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui budaya keagamaan yang ada dan berkembang di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana perilaku keagmaan masyarakat Dusun Bonten
3.      Untuk mengetahui bagaimana masyarakat Dusun Bonten menjaga dan menerapkan budaya keagamaan mereka di era modern.


D.      Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menginginkan agar hasil penelitian memberi manfaat bagi pembaca, yaitu berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.      Manfaat Teoritis
Secaa teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para akademisi guna menambah wawasan mengenai Sosial Budaya Masyarakat Indonesia terutama dama bidang budaya dan keagamaan.  Sehingga dapat dijadikan rujukan bilamana akan melakukan penelitian dalam hal yang sama secara lebih mendalam.
2.      Manfaat Praktis
Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan bagi masyarakat mengenai Dusun Bonten dan budaya keagamaan yang terdapat disana.

E.       Metode Penelitian
1.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, yakni dengan menerapkan metode penelitian partisipan yang didukung teknik wawancara dan observasi  secara langsung.
  1. Lokasi Penelitian
Penelitian lapangan mengenai budaya dan keagaamaan yang merupakan tugas dari mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia ini ,dilakukan di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran  Kabupaten Lamongan. Pemilihan lokasi ini dikarenakan Dusun Bonten di pandang sebagai salah satu Dusun yang masih menjaga budaya keagamaannya dengan kuat ditengah moderenitas dan kemajuan teknologi informasi sekarang ini.

F.       Teknik Pengumpulan Data   
Untuk memperoleh data atau informasi yang mendukung tujuan penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai beikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara:
a.       Wawancara dengan responden yang diteliti secara langsung
b.      Observasi yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung ke lapangan yang berhubungan dengan masalah penelitian .
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi dan bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini ilakukan dengan cara:
a)      Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku,karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
b)      Studi Dokumenter yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan desa terkait.  

G.      Hasil Penelitian
1.      Gambaran Umum Desa Brumbun
Desa Brumbun adalah suatu wilayah pedesaan yang wilahnya 60% masih berupa pesawahan dan ladang. Desa Brumbun adalah suatu desa yang terletak 6,4 Km dari kota kecamatan dan 30 km dari Kota Kabupaten Lamongan. Secara administratif, Desa Brumbun   terletak di wilayah Kecamatan Maduran  Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga.

Di sebelah Utara berbatasan               : Desa Mojo Asem kecamatan Laren 
Di sebelah Barat berbatasan                : Desa Taji
Di sisi Selatan berbatasan                   : Desa Manyar  kecamatan Sekaran
Di sisi Timur berbatasan                      : Desa Siwuran

Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari Kepala Desa yakni Bapak Syafi’i jumlah penduduk Desa Brumbun 2.350 orang. Jumlah penduduk di Desa Brumbun mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir, karena data Administrasi Pemerintahan Desa tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Brumbun  1.985 jiwa yang  terdiri dari 587 KK, dengan rincian 974 jiwa laki laki dan 1.011 perempuan.
Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang. Berdasarkan data BPS kabupaten Lamongan tahun 2013, selama tahun 2013 curah hujan di Desa Brumbun   rata-rata mencapai 3916,5 mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember,Januari, Februari, Maret hingga April  yang merupakan curah hujan tertinggi selama kurun waktu 2009 - 2012.
Desa Brumbun sendiri terbagi menjadi 3 Dusun yakni : Dusun Brumbun, Dusun Bonten dan Dusun Banturejo.  Di Dusun Brumbun terdapat 7 RT sementara di Dusun Bonten dan Banturejo masing-masing 3 RT. Jenis jalan utama di Desa Brumbun sendiri adalah aspal atau beton, sementara jalan masuk ke dusun ada yang masih dalam pengerjaan dan ada beberapa yang sudah tidak nyaman untuk dilewati.
Sementara di bidang pendidikan di Desa Brumbun terdapat satu Sekolah Dasar dan Dua Madrasah Ibtidaiyah.
2.      Gambaran Umum Dusun Bonten
Dusun Bonten merupakan salah satu dusun dari Desa Brumbun. Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan dari Bapak Kudori selaku Kepala Dusun, beliu mengatakan bahwa terdapat sekitar 100 kepala keluarga yang tinggal di Dusun Bonten. Sebagian besar warga berprofesi sebagai perantau dan petani. Desa Bonten sendiri cukup terpencil dan jauh dari keramaian. Sinyal untuk alat telekomunikasi seperti handphone bagi beberapa provider sedikit sulit.
Mayoritas penduduknya adalah petani,  sebagian besar lainya adalah perantau. Tempat yang menjadi tujuan rantau mereka  beragam, yakni kota-kota besar di Pulau Jawa dan daerah di luar pulau seperti Makassar, Kupang, Ternate, Ambon, Samarinda bahkan ada juga yang merantau di hingga ke luar negeri dan menjadi TKW disana. Selain itu mata pencaharian lainnya yakni ada yang berpropesi sebagai pedagang, buruh bangunan, hingga guru. Para perantau ini didominasi oleh kaum muda yang berusia 15 hingga 30 tahun. Mereka merantau untuk memperbaiki kebutuhan ekonomi keluarganya, mereka yang merantau adalah mereka yang lulus sekolah Dasar, SMP ataupun SMA ataupun mereka yang putus sekolah
Sedangkan yang tetap tinggal di desa mayoritas berprofesi sebagai petani, dengan usia 40 tahun keatas, adapun memelihara kambing dan unggas hanyalah sebagai sampingan ketika mereka tidak dapat membajak sawah atau ketika tidak ada pekerjaan di sawah/ladang.  
Di Dusun Bonten terdapat satu masjid dengan ukuran yang lumayan besar menurut keterangan dari Bapak Kepala Dusun Masjid tersebut tidak dibagun dari dana pemerintah, melainakan dana swadaya masyarakat dana yang digunakan sendiri hampir 30 juta. Sementara pembangunannya bertahap.  
Di Desa Brumbun terdapat 3 sekolah dasar, salah satunya yang berada di samping masjid di Dusun Bonten yakni sebuah bangunan sekolah Madrasah Ibtidaiyah.
3.      Budaya Keagamaan di Dusun Bonten
Berdasarkan keterangan dari Ibu Tutik salah satu warga Dusun Bonten yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mengatakan bahwa seluruh warga Dusun Bonten beragama islam yang kesemuannya adalah Nahdatul Ulama. Sehingga hanya terdapat satu masjid yang ukurannya lumayan besar di dusun tersebut untuk melaksanakan sholat dan kegiatan keagamaan lainnya.
Seperti yang sudah menjadi rahasia umum bahwa islam di Indonesia sendiri memiliki beberapa aliran. Sehingga dari perbedaan tersebut terkadang memunculkan perbedaan tempat untuk melaksanakan sholat , seakan terdapat aturan yang tidak tertulis bahwa orang yang beraliran islam A tidak boleh sholat di masjid orang yag beraliran B. Karena beberapa perbedaan cara pandang beribadah diantara mereka.
Menurut keterangan Ibu Sami’ah Kegiatan keagamaan di desa Bonten berupa tahlilan rutinan bagi ibu-ibu dilaksanakan pada hari Rabu malam Kamis. Sementara menurut keterangan dari Bapak Mustajab yang berprofesi sebagai petani, beliau mengatakan bahwa tahlil rutinan bagi laki-laki dilaksanakan setiap hari Kamis malam Jum’at.  Selain itu kegiatan rutinan beruba diba’ atau sholawatan bagi para remaja dilaksanakan setiap hari Minggu malam Senin.
Disamping beberapa kegiatan keagamaan rutinan tersebut, menurut keterangan ibu Kusmiati kegiatan pertemuan setiap satu bulan sekali berupa pengajian bulanan yang dilakukan dengan berpindah dari satu masjid dusun ke masjid dusun yang lain di desa Brumbun. Ibu Kusmiati sendiri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sekaligus berjualan kecil-kecilan di depan rumah. Keterangan Mbah Umiyati juga menambahkan bahwa setiap satu tahun sekali juga diadakan halal bihalal sekaligus pengajian yang mendatangkan Ustadz dari luar daerah di masjid dusun Bonten, yang dihadiri juga oleh jajaran perangkat desa. Hal ini mendukung keterangan lain yang kami dapatkan dari ibu Tutik bahwa desa seringkali mengadakan kegiatan keagamaan dan para perangkat desa mendukung penuh kegiatan tersebut dengan turut serta menghadiri acara jika tidak ada halangan.

Sementara budaya sedekah desa dilakukan setiap tahun dirayakan dengan cara melakukan pengajian di masjid dusun dengan mendatangkan ustadz dari luar kota. Menurut keterangan ibu Sami’ah para warga membawa makanan untuk dibawa ke masjid. Setelah acara pengajian, kemudian yang dilanjutkan dengan acara makan bersama. Bapak Syafi’i selaku kepala desa Brumbun menegaskan bahwa pada awalnya budaya sedekah desa dilakukan dengan cara tradisional, kemudian dirasa tidak sesuai lalu perlahan-lahan mulai dihilangkan dan dirubah dengan kegiatan yang mengarah pada keagamaan berupa pengajian.  
Selain tradisi kebudayaan berupa sedekah bumi yang ada dalam desa Bonten saat ini, selain itu juga masih ada budaya yang masih dilakukan salah satunya adalah tradisi pernikahan yang sudah menjadi tradisi kental warga lamongan dimana wanita diwajibkan untuk melamar laki-laki terlebih dahulu, dan kebudayaan ini masih berlaku di desa Bonten. Akan tetapi menurut Ibu Kasmiati, kebudayaan pernikahan yang mewajibkan perempuan melamar laki-laki terlebih dahulu hanya berlaku kepada pasangan yang sama-sama berasal dari kota Lamongan. Apabila pasangan itu berbeda tempat kelahiran seperti pihak laki-laki kota kelahirannya di Surabaya dan pihak perempuan di kota lamongan maka, tradisi tersebut tidak harus diikuti. Filosofis kebudayaan tersendiri dari pernikahaan tersebut, menurut salah satu warga desa Bonten beranggapan bahwa tradisi tersebut ada karena mungkin kedudukan wanita saat ini lebih tinggi, karena banyak wanita yang bekerja dan lain sebagainya, maka dari itu perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dimata laki-laki.


Berdasarkan  observasi yang kami lakukan saat berada di Dusun Bonten, meskipun mayoritas warga sejak  pagi berada di sawah untuk bertani , tetapi ketika adzan dhuhur berkumandang mereka berbondong-bondong menuju masjid untuk melakukan sholat. Kebiasaan semacam ini jarang kita temui di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang sibuk. Ketika adzan berkumandang hanya beberapa orang saja yang sholat di mushola ataupun di masjid.
Kebudayaan warga dusun Bonten yang lebih banyak di dominasi dengan praktik-praktik Islam juga diterapkan pada pola pendidikan anak-anak disana. Di dusun Boten terdapat satu TPQ yang dikelola oleh Bapak Ahsan beserta sang Istri yang kebetulan juga adalah guru di Madrasah Ibtidaiyah yang ada di dusun tersebut. Anak-anak dididik untuk gemar membaca al-quram, dengan cara mulai di biasakan mengaji semenjak mereka TK. Sementara umur 3 tahun sudah diperkenalkan dengan huruf hijaiyah. Sehinga ketika mereka sudah kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah mereka sudah mulai lancar membaca al-qur’an. Kemudian ketika mereka kelas 4 sudah mulai dilakukan metode hafalan , yakni hafalan juz 30 setelah hafal, kemudian bertahap pada hafalan beberapa surat lain, seperti al-waqiah, yasin, dll.
Kegiatan mengaji sendiri dilakukan selama tiga kali dalam sehari yakni, pada saat setelah sholat shubuh dengan kegiatan mengaji sesuai dengan bacaan sesuai kemampuan masing-masing, kemudian setelah sholat ashar untuk yang digunakan untuk belajar menulis ayat-ayat al-qur’an dan setelah sholat maghrib mereka mengaji diba’ atau sholawatan serta manakib. Karena kegiatan mengaji ini dterapkan dengan metode membiasakan, mereka tidak merasa terpaksa untuk melakukannya seperti saya tanyakan kepada salah satu anak disana. Setelah selesai mengaji di sore hari anak-anak tersebut kemudian beramin bersama dengan melakukan permainan tradisional. Pada saat kami berada disanana mereka sedang bergembira bermain Gobak Sodor di badan jalan dusun. Kebudayaan seperti ini semakin jarang kita temui di daerah perkotaan karena anak-anak lebih suka bermain dengan benda mati tipis yang biasa disebut dengan tablet ataupun handphone android dengan game-game terbaru.
4.      Dokumentasi
Berikut adalah hasil penelitian berupa foto-foto  penelitian lapangan yang kami lakukan dengan pendekatan deskripsi kualitatif mengenai kebudayaan dan keagamaan di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.

Dokumentasi  : 
Tugu Masuk Desa Brumbun











 

Gerbang Msuk Dusun Brumbun




Masjid Dusun Bronten























Suasana sesaat setelah sholat jamaah di masjid dusun Bonten



Foto bersama Bapak Syafi'i Kepala Desa Brumbun setelah wawancara



















 

Foto bersama Bapak Khundori Kepala Dusun Bonten  setelah wawancara












Wawancara dengan Pak Ustad Ahsan pengelola TPQ dusun Bonten













Anank-anak  yang sedang belajar mengaji di rumah Bapak Ahsan



Wawancara denagan Bapak Mustajab dan Bapak Sukadi





















Wawancara dengan Mbah Umiyati












Wawancara dengan Bapak Sutaji












Anak yang berangkat sekolah












Anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional gobak sodor











Bapak yang sedang berangakat bekerja menuju sawah












Mbah Muktim salah satu tokoh agama di dusun Bonten


H.      Kesimpulan
Berdasarkan  dari hasil penelitian kami tentang kebudayaan dan keagamaan yang berada di Dusun Bonten Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan, kami menarik kesimpulan bahwasanya kebudayaan dan keagamaan disana masih tergolong atau termasuk tradisional. Meskipun di era yang sudah tergolong modern ini mayoritas penduduk masih berpegang teguh terhadap ketradisionalan kebudayaan dan nilai-nilai keagamaan yang mereka anut. Budyaa berjalan beriringan dengan keyakinan agama, sehingga seiring dengan berjalannya waktu kegiatan kebudayaan tradisional yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman perlahan-lahan dirubah caranya dan disesuaikan. Contohnya saja seperti perayaan sedekah bumi yang tetap dilaksanakan tetapi mengganti perwujudannya dengan pengajian.
Aktivitas keagamaan yang mereka lakukan  dalam keseharian seolah sudah menjadi cara hidup dan budaya yang sudah melekat pada dusun tersebut. Sehingga menjadi identitas sebagai dusun yang kental dengan nilai-nilai keagamaan di tengah moderanitas danpesatnya perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi.